"Esok bukanlah suatu kepastian, belum diciptakan, dan belum disebutkan"
-Dr. Aidh Al-Qarni-
"Siapa yang cemerlang pada permulaannya maka cemerlang pula pada waktu akhirnya"
-Ibnu Atha'illah-
"Jauh lebih baik sesuatu yang sederhana tapi bermanfaat daripada tidak sama sekali"
-Riri Tangahu-
Macroeconomic
Trouble and Policy Challenges in The Wake of Financial Bust
Artikel
Asensio (2011) yang berjudul “Macroeconomic
Trouble and Policy Challenges in the wake of The Financial Bust” memaparkan
kondisi perekonomian dunia yang sedang dilanda krisis mulai tahun 2008 hingga
saat ini serta tantangan-tantangan baru yang akan dihadapi oleh pemerintah dan
bank sentral dalam hal penetapan kebijakan/regulasi yang tepat untuk memulihkan
keadaan perekonomian yang sedang dilanda krisis tersebut (disintegrasi sistem
keuangan). Intervensi pemerintah dalam menangani krisis keuangan yaitu dengan
cara merangsang likuiditas yang besar-besaran dengan harapan kelebihan
likuiditas bisa menyebabkan tekanan inflasi sehingga merangsang pemerintah dan
bank sentral untuk membuat suatu kebijakan moneter dan fiskal yang ketat yang
bertujuan untuk memulihkan kondisi perekonomian
(krisis keuangan).
Krisis
keuangan yang terjadi sejak akhir 2008 hingga kini, bukan merupakan krisis yang
pertama kali terjadi di dunia internasional, melainkan telah ada sebelumnya
sejak abad ke 18. Menurut Davidson (2008,2009), penyebab dari krisis keuangan
yang dipicu oleh subprime yaitu
adanya kegagalan dalam penetapan kebijakan/regulasi. Sehingga diperlukan suatu
kebijakan yang bisa melindungi sistem keuangan, dalam hal ini kebijakan untuk
mendorong permintaan agregat. Dinamika permintaan agregat menentukan jalur
pertumbuhan ekonomi setelah krisis, dimana dinamika permintaan agregat itu
sendiri dipengaruhi oleh kondisi pembiayaan. Namun, pihak perusahaan dan rumah
tangga mengalami kesulitan dalam hal pembiayaan karena lembaga keuangan
menetapkan tingkat suku bunga yang relatif tinggi serta sikap yang selektif
dalam hal pemberian kredit. Situasi ini akan berdampak pada sikap perusahaan
dan rumah tangga untuk mengurangi pengeluaran mereka, sehingga menyebabkan kurangnya
investasi modal yang pada akhirnya
menjadi penyebab terjadinyas kemunduran/kelesuan dalam berwirausaha serta
penurunan tingkat permintaan agregat. Dengan demikian, perlunya kebijakan yang
baru dan dukungan publik untuk meningkatkan permintaan agregat.
Asensio
mencoba membuat suatu gambaran buruk yang mungkin terjadi pada saat proses
pemulihan berlangsung yaitu dimana dukungan publik dan dinamika permintaan yang
lemah sehingga pemerintah kesulitan untuk menyeimbangkan anggaran (terjadi defisit
anggaran yang abadi) yang akhirnya semakin meningkatkan utang publik.
Kelebihan Jumlah
Uang
Likuiditas
yang berlebih digunakan untuk membiayai pembelian pribadi terutama dalam
pembelian rumah dan investasi perumahan, sehingga terjadi gelembung di sektor
perumahan. Ketika gelembung pecah dan nilai riil serta aset riil ambruk,
kelebihan uang yang beredar menyebabkan meningkatnya permintaan likuiditas. Kelebihan
likuiditas memicu terjadinya permintaan agregat yang berlebih sehingga menyebabkan perubahan pada tingkat
harga. Kondisi di atas menunjukkan terjadinya inflasi yang disebut dengan
inflasi tarikan permintaan. Sehingga tindakan apa yang harus dilakukan oleh
bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang yang berlebih tersebut.
Sebenarnya, untuk menekan inflasi tersebut bisa dilakukan dengan cara
mengurangi keinginan likuiditas. Namun yang menjadi permasalahannya yaitu
apakah tindakan tersebut dijamin tidak akan mengganggu sistem keuangan.
Sehingga situasi seperti ini berdampak pada keputusan bank sentral itu sendiri (menekan
inflasi atau menjaga kestabilan sistem keuangan).
Membatasi
Kebijakan Fiskal merupakan suatu Ancaman
Asensio
mencoba membandingkan konsep dari Fiscal
Orhodoxy dan Intervensi ala Keynes dalam konteks setelah krisis, dimana
pengikut Fiscal Orhodoxy menyarankan
untuk membatasi kebijakan fiskal yang berarti
mengurangi defisit anggaran (meningkatkan surplus anggaran) yang
bertujuan untuk mengurangi utang. Namun konsep ini tidak mungkin diterapkan
saat kondisi perekonomian sedang tertekan (sedang dalam masa pemulihan). Jika
surplus anggaran tetap dipaksakan (mengurangai pengeluaran (belanja) pemerintah)
maka yang akan terjadi yaitu tekanan terhadap pendapatan fiskal. Berbeda dengan
intervensi yang disarankan oleh Keynes
dimana kebijakan fiskal tidak dibatasi dengan kata lain menerapkan kebijakan
fiskal yang ekspansif mungkin saja perekonomian akan segera membaik.
Beberapa
faktor yang menyebabkan kebijakan ekspansif efektif untuk memulihkan
perekonomian setelah mengalami masa krisis yaitu:
1)Dukungan
publik untuk membantu memulihkan profitabilitas seperti yang diharapkan oleh
investasi swasta yang produktif.
2)Dalam
kondisi pemulihan ekonomi, hutang yang belum bisa dibayarkan akan menjadi
rendah.
3)Pemulihan
ekonomi yang kuat akan mendorong pendapatan fiskal yang dapat membantu
pemerintah mensosialisasikan kerugian yang telah dialami tanpa harus
meningkatkan pajak.
KRITIK
Intervensi
yang dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral dalam menghentikan disintegrasi
sistem keuangan merupakan salah satu bentuk perhatian dari pemerintah dan bank
sentral dalam menangani krisis keuangan yang sedang melanda sistem perekonomian
dunia saat ini. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan
fiskal dan juga merupakan tantangan bagi bank sentral untuk menetapakan kebijakan
moneter yang tepat. Pemerintah dan bank sentral juga dihadapkan pada pilihan
untuk membiarkan inflasi tetap tinggi dan mengurangi pengangguran ataukah
menekan laju inflasi dan membiarkan tingkat pengangguran yang tinggi.
Seperti
pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa berlebihnya jumlah uang yang
beredar menyebabkan ketidakstabilan harga sehingga berdampak pada inflasi. Oleh
karena itu, diperlukan otoritas moneter (bank sentral) untuk mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang dan perumahan agar
inflasi dapat terkendali. Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu
masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dalam kasus ini,
sektor swasta melakukan investasi perumahan dengan modal yang diperoleh dari
kredit bank. Seperti yang dikemukakan oleh Keynes dimana untuk memulihkan
kondisi perekonomian yaitu dengan menyeimbangkan pengeluaran publik dan
pengeluaran pemerintah dimana pemerintah harus memastikan uang tetap beredar
dalam arus consumption sequence dan investment sequence (Brown, 1995:57),
kenaikan investasi harus dibarengi dengan kenaikan konsumsi (keinginan untuk
membeli barang). Ketika keinginan membeli barang berkurang sementara investasi
tetap meninggi, ini berisiko krisis.. Tapi ketika keinginan membeli barang
berkurang tetapi pemerintah mampu menambah konsumsinya, maka tercipta
kestabilan ekonomi (krisis bisa dihindarkan). Dalam kondisi yang seperti ini,
otoritas fiskal (pemerintah) diperlukan Sehingga pembatasan fiskal tidak
mungkin dilakukan karena hanya akan mengancam perekonomian yang memang belum
kembali pulih. Karena pembatasan fiskal berarti pengurangan belanja pemerintah
yang berakibat tekanan dalam pendapatan fiskal dan akhirnya perekonomian tidak
akan cepat pulih.
Kondisi
yang kita harapkan yaitu kondisi pemulihan ekonomi yang cepat dan itu hanya
akan terwujud jika ada dukungan dari semua pihak mulai dari masyarakat,
pemerintah, dan bank sentral. Dukungan dari publik (masyarakat) dalam hal
peningkatan permintaan agregat akan menyeimbangkan anggaran pemerintah sehingga
bisa mengurangi hutang publik. Peningkatan permintaan agregat dirangsang oleh
turunnya tingkat suku bunga (otoritas moneter) dengan cara menaikkan jumlah
uang yang beredar (The Fed), namun jumlah uang yang beredar tersebut dipastikan
tetap dalam arus consumption sequence
dan investment sequence (Brown).
KESIMPULAN DAN
IMPLIKASI
Dalam
rangka pemulihan ekonomi, diperlukan adanya intervensi oleh pihak-pihak yang
memiliki otoritas. Otoritas yang dimaksud yaitu otoritas fiskal (pemerintah) dan
moneter (bank sentral). Dalam kasus di atas, bank sentral sebaiknya menetapkan
tingkat suku bunga yang rendah untuk merangsang investasi dan pengingkatan permintaan
agregat. Namun mekanisme peningkatan suku bunga ialah dengan menaikkan jumlah
uang yang beredar namun dijaga agar jumlah uang yang beredar tersebut masih
dalam lingkup consumption sequence
dan investment sequence sehingga
inflasi dapat ditekan. Kenaikan investasi harus dibarengi dengan kenaikan
konsumsi (keinginan untuk membeli barang). Ketika keinginan membeli barang
berkurang sementara investasi tetap meninggi, ini berisiko krisis.. Tapi ketika
keinginan membeli barang berkurang tetapi pemerintah mampu menambah
konsumsinya, maka tercipta kestabilan ekonomi (krisis bisa dihindarkan). Peningkatan
dalam pengeluaran pemerintah menyebabkan peningkatan pendapatan fiskal. Peningkatan permintaan agregat bisa berdampak
pada peningkatan faktor-faktor produksi. Berarti, sumberdaya yang ada bisa
dialokasikan untuk memenuhi permintaan agregat tersebut. Dengan demikian,
kesempatan kerja terbuka sehingga tingkat pengangguran dapat berkurang.
Davidson, P.
(2008) “Is the current financial distrees
caused by the subprime mortagage crisis a Minsky moment? Or is it the result of
attempting to securitize illiquid non commercial mortgage loans?’, Journal
of Post Keynesian Economics, 30.
Dornbusch.,
Rudiger, dkk. 2008. Makroekonomi
(terjemahan). Jakarta: PT.Media Global Edukasi
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fungsi
indiferen pendapatan dan waktu santai dari pekerja tekstil di sebuah pabrik
tekstil di Amerika Serikat bagian tenggara. Untuk membangun suatu fungsi
indiferen tersebut, L.F. Dunn mencoba mengadakan survei ke pabrik tersebut
menyangkut dua hal yaitu berapa banyak uang yang bersedia dikeluarkan oleh
masing-masing pekerja untuk membiayai sesuatu yang tidak berhubungan dengan uang
misalnya rencana pension atau waktu santai dan berapa lama waktu yang bersedia
dikorbankan oleh pekerja untuk bekerja lebih lama dalam setiap minggu tanpa ada
tambahan upah untuk memperoleh barang kebutuhan yang sama (sebelum ada tambahan
waktu kerja, pada tingkat upah yang sama). Dua hal yang dievaluasi di atas,
mewakili tingkat substitusi marginal (Marginal
Rate of Substitution / MRS) pekerja untuk pendapatan upah (wage income) dan waktu santai (leisure time).
Hubungan
terbalik (trade-offs) antara
pendapatan dan waktu santai
Hubungan antara pendapatan upah dan waktu santai
diilustrasikan dengan kurva indiferen seperti pada gambar di bawah ini yaitu
dimana kurva indiferen ini menunjukkan kombinasi antara pendapatan upah yang
didapat pekerja dengan waktu luang yang digunakan pekerja sebagai fungsi dari
tingkat kepuasan (utility), dengan
pendapatan upah setelah pajak (W0) di sisi vertikal dan waktu santai
(L0) di sisi horizontal. U (W, L, x) merupakan utilitas dengan x dan
U (W, L, 0) merupakan utilitas tanpa x. ∆W/∆L merupakan slope dari garis BC.
Persamaan (1) menunjukkan MRS dari pendapatan upah
untuk waktu santai yang harus sama dengan rasio perubahan upah dan perubahan waktu
santai
Persamaan (2)
menunjukkan bentuk polynomial untuk analisis di atas, dimana α, β, dan γ
ditentukan dengan nilai kuadrat terkecil dari ∆W/∆L yang diperoleh dari data survei
dan dari hasil analisis, selalu diperoleh nilai γ yang kecil, nilai β<0, dan
α itu sendiri merupakan MRS0.
Pada kondisi
umum, MRS0=W, namun dalam kasus yang sedang dianalisis, diperoleh
MRS0<W dimana diperoleh nilai MRS0 = $1.03 per jam dan
nilai rata-rata W = $2.04. Hal ini disebabkan karena adanya batasan jumlah jam
kerja yang diizinkan untuk bekerja. Jika batas jam kerja tersebut lebih kecil
dari jumlah jam kerja optimal maka akan menjadi kendala dalam memaksimumkan utilitas
dari pekerja tersebut sehingga diperoleh MRS0<W.
Gambar
1 Gambar
2
Diasumsikan
ada sebuah kurva indiferen U (W, L, 0) = u2 dimana setiap titiknya
bertepatan dengan U (W, L, x) = u1. Asumsi tersebut sama dengan
asumsi bahwa MRS pendapatan upah untuk waktu santai di setiap titik adalah sama
baik dengan ataupun tanpa x. Kemudian ∆L adalah jumlah maksimum dari waktu
lembur yang siap diambil oleh seorang pekerja untuk menghindari pemotongan ∆W pendapatan upah mingguannya. Sehingga,
dipertimbangkan ∆W/∆L (dollars/hour) sebagai rata-rata upah efektif untuk waktu
kerja lembur.
Dalam
analisis, diperoleh nilai ∆W/∆L yang semakin menurun (decreasing function). Ini menunjukkan perilaku dari upah yaitu ∆W/∆L
akan semakin menurun jika pemotongan upah semakin besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa pekerja akan siap bekerja dalam upaya untuk mempertahankan
upah bersihnya (take-home pay). Hal
yang seperti ini, pada umumnya terjadi di kalangan pekerja dengan pendapatan
upah yang rendah.
Fungsi
Indiferen Eksplisit
Data pengamatan yang diperoleh tidak bisa menentukan kurva indiferen dengan
hanya menggunakan fungsi indiferen yang biasa digunakan. Berdasarkan data yang
diperoleh, kemungkinan fungsi utilitas pada kasus ini berbentuk CES dan Cobb
Douglas sehingga dengan mengombinasikan kedua fungsi utilitas tersebut
didasarkan pada data yang ada, diperoleh suatu fungsi indiferen yang
diasumsikan dapat digunakan untuk menganalisis kasus yang sedang diteliti.
(3)
Kurva
Indiferen untuk Total Sampel yang diamati pada Tingkat Utilitas yang Berbeda
Gambar
3
Gambar
3 di atas bisa dijelaskan sebagai berikut:
1)Lebarnya jarak antara dua kurva,
mengindikasikan L yang menurun. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan penurunan
∆W/∆L untuk meningkatkan ∆L.
2)Terbentuknya sebuah belokan yang tajam
pada kurva, dengan L mendekati constant ke
sebelah kiri kurva dan W mendekati constant
ke sebelah kanan kurva.
3)Kurva indiferen melalui titik (W0,L0)
dengan belokan yang tajam di sekitar (W0,L0). Titik ini
berhubungan dengan rata-rata pendapatan upah dan waktu santai, ditandai dengan
X pada gambar 4, sehingga garis anggaran yang melewati (W0,L0)
bersinggungan dengan kurva indiferen dekat titik tersebut.
4)Terdapat penurunan yang tajam dalam
utilitas sebagai akibat pemotongan pendapatan upah ∆W dalam jumlah yang kecil
dengan total jam kerja mingguan yang tetap (constant)
namun penurunan utilitas relatif kecil jika pekerja dituntut untuk bekerja
lebih lama dengan pendapatan upah (W) yang konstan.
Kurva Indiferen untuk Kelompok yang
Berbeda
Gambar 4
Kurva di atas menggambarkan kelompok
dengan tingkat belokan kurva indiferen yang lebih kecil menunjukkan tingkat fleksibilitas
yang tinggi dalam menentukan preferensi antara upah dan waktu santainya. Dalam
hal ini, kelompok black females
memiliki tingkat belokan kurva indiveren yang tidak terlalu tajam dibandingkan
tingkat belokan kurva indiferen dari white
females.
Kurva Penawaran Tenaga Kerja
Kurva penawaran tenaga kerja pada
gambar 5 (kiri) diturunkan dari fungsi indiferen. Secara umum, kurva penawaran
tenaga kerja terbentuk sejak tenaga kerja masuk atau keluar pasar tenaga kerja.
Gambar 5
Gambar 5 bagian kiri, menyajikan
kurva penawaran tenaga kerja untuk seluruh sampel pekerja dalam kasus yang diamati
dengan slope negatif yang mengindikasikan perilaku pendapatan.
Gambar 5 bagian kanan menyajikan
pendapatan upah mingguan W = rH untuk total sampel dibandingkan dengan tingkat
upah r. Kurva ini menunjukkan bahwa w hampir konstan, ini artinya pekerja ingin
mempertahankan tingkat pendapatan upah tertentu terlepas dari pendapatan upah
yang mereka hadapi.
Bisa dijelaskan bahwa model
kompetitif (menolak semua kendala tambahan untuk jam kerja) mampu memberikan pendekatan
untuk jumlah jam kerja yang tepat meskipun MRS di titik (W0, L0)
berbeda dari tingkat upah aktual yang disebabkan oleh variasi kurva indiferen
di sekitar (W0, L0).
Hasil ini menunjukkan sensitifitas dari MRS yang berubah sehingga mengganggu
keseimbangan kompetitif.
Kurva penawaran tenaga kerja
diperoleh dari variasi ekonomi dan subkelompok demografi dengan menggunakan
fungsi indiferen seperti yang diberikan di persamaan 3. Kurva penawaran tenaga
kerja bagian kiri atas, menunjukkan kelompok dengan tingkat pendapatan aktual
yang rendah, sedangkan kurva bagian kanan bawah menunjukkan kelompok dengan
tingkat pendapatan aktual yang tinggi.
CRITICAL
Teori alokasi waktu yaitu teori yang
menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu
yang dimilikinya di antara pilihan untuk bekerja (work) atau santai (leisure)
mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah waktu tersedia yang
tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai
adalah semua jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya istirahat,
dan sebagainya (McConnell dan Brue, 1995).
Setiap individu akan mengasumsikan
atau mengoptimumkan kepuasan (utility)
pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve) dengan garis kendala/anggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat
dicapai. Kurva indiferen menunjukkan berbagai variasi atau kombinasi antara
pendapatan riil dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama
dari individu. Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan
riil dan waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah
tertentu. Tingkat substitusi marginal (MRS) memiliki slope negatif yang
mengindikasikan adanya hubungan terbalik (trade
offs) antara upah riil dan waktu santai, dimana untuk memperoleh tingkat
kepuasan yang sama, berapa besar upah riil yang harus dikorbankan untuk
menambah waktu santai.
Secara matematis, kondisi kepuasan
maksimum dapat dibuat dalam model (Binger dan Hoffman 1988): MRS = w/p, dimana
MRS adalah slope dari kurva indiferen, dan w/p adalah slope dari garis anggaran
atau disebut juga upah riil (real wage).
Dalam kasus ini, untuk memaksimumkan kepuasan dari pekerja, nilai MRS = ∆W/∆L,
dimana ∆W/∆L = w/p, merupakan upah riil dari pekerja. Namun yang ditemui, yaitu
nilai MRS < ∆W/∆L, yang berarti tingkat kepuasan substitusi marginal lebih
kecil dari upah riil yang diperoleh. Kondisi ini terjadi karena waktu yang
dialokasikan untuk bekerja lebih sedikit dari waktu optimalnya. Untuk kelompok
kecil dari sampel, diperoleh nilai MRS > ∆W/∆L, yang disebabkan karena
adanya tekanan untuk bekerja lebih lama dibanding dengan waktu kerja yang
diinginkan oleh kelompok pekerja tersebut.
Fungsi indiferen yang digunakan
dalam analisis ini (persamaan 3), merupakan hasil kombinasi sejumlah persamaan
untuk fungsi utilitas CES dan Cobb Douglas. Persamaan 3 yang dirumuskan, cukup
rumit dibandingkan fungsi indiferen pada umumnya, namun jika dibandingkan
dengan fungsi indiferen pada umumnya, persamaan 3 yang ada mampu untuk menjelaskan
fenomena yang terjadi dalam kasus ini.
Kurva indiferen yang disajikan pada
gambar 4, menunjukkan adanya belokan yang tajam dimana W mendekati konstan ke
sebelah kanan dan L mendekati konstan ke sebelah kiri, yang mengindikasikan
bahwa dengan adanya pemotongan upah pekerja memaksa pekerja untuk mengurangi
waktu santainya dengan maksud untuk mempertahankan tingkat upahnya. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya kekakuan dalam pilihan preferensi. Belokan
yang tajam dalam kurva indiferen dapat digunakan untuk menganalisis masalah
bagi negara berkembang (transformasi dari kegiatan pertanian ke kegiatan
industri). Bentuk kurva indiferen
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4, juga mengindikasikan bahwa pekerja
tidak bersedia untuk mensubstitusi upahnya (berhubungan dengan tingkat
memperoleh barang) dengan waktu santainya. Sehingga diperoleh suatu bentuk
kurva indiferen yang mendekati komplemen sempurna.
Kurva penawaran tenaga kerja kemudian
diperoleh dari kurva indiferen. Menurut teori Backward-Banding Labor Supply Curve, pekerja akan meningkatkan
waktu kerjanya (less leisure) jika
upah yang diterima rendah, dan akan mengurangi waktu kerjanya (more leisure) jika upah yang diterima
tinggi (Binger dan Hoffman, 1988). Namun, dalam analisis ini ditemui keadaan
yang sebaliknya yaitu dimana kurva penawaran tenaga kerja berslope positif
untuk pekerja dengan pendapatan yang rendah. Hal ini disebabkan karena adanya
kekakuan dari pekerja dalam menentukan preferensi antara upah dan waktu santai.
KESIMPULAN
Analisis yang dilakukan oleh L.F. Dunn ini, menghasilkan
suatu fungsi indiferen empiris yang bisa diaplikasikan untuk pekerja dengan
kategori pendapatan upah yang rendah. Hal ini didasarkan pada hasil empiris
dari sampel pekerja dimana diperoleh nilai marginal
rates of substitution (MRS) pendapatan upah pekerja terhadap waktu
santainya yang lebih rendah dari tingkat upah aktual. Tipe dari target perilaku
pendapatan juga ditemukan di sampel pekerja yaitu dengan adanya pemotongan
tingkat upah menyebabkan keinginan untuk bekerja lebih lama dengan maksud mempertahankan
pendapatan. Perilaku pendapatan yang seperti ini meningkatkan tingkat ketajaman
belokan dari kurva indiferen dan memberi kesan bahwa preferensi
pendapatan-waktu santai dari sampel pekerja telah disesuaikan dengan kemungkinan pendapatan-waktu santai untuk
pekerjaan mereka. Belokan yang tajam pada kurva indiferen juga memberis kesan
adanya preferensi kekakuan umum yang terjadi di area yang lain dari perilaku
pasar.
Kurva penawaran tenaga kerja diperoleh dari fungsi
indiferen dan berslope negatif sepanjang rentang jam kerja. Hal ini berbeda
dengan asumsi backward-bending yang
menunjukkan slope postif pada kasus pendapatan yang rendah dan slope negatif
pada kasus pendapatan tinggi. Walaupun begitu,
hasil yang diperoleh dari analisis ini, adalah konsisten dan
kelihatannya realistis untuk tipe pekerja yang menjadi sampel dalam analisis
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous. Labor Supply from Indifference Curve.
academic.wsc.edu. diakses pada 20 Januari 2012
Binger, R.Brian dan
Hoffman, Elizabeth. 1988. Microeconomic
with Calculus. USA: HarperCollins
Henderson, James M. dan
Richard E.Quandt. 1971. Microeconomic
Theory. New York: McGraw Hill Book Company
·Dalam definisi yang sederhana,
ekonometrika adalah suatu aplikasi dari metode statistika pada ekonomi. Namun,
tidak seperti pada ilmu statistika, yang hanya terfokus kepada data statistik,
ilmu ekonometrika merupakan gabungan dari teori ekonomi, matematika, dan
statistika. Istilah ekonometrika pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch
(1933), seorang pakar ekonomi dan statistika berkebangsaan Norwegia. Ia
menjelaskan definisi ekonometrika sebagai berikut: “Terdapat banyak metode
kuantitatif sewaktu menganalisis ilmuekonomi, tetapi tiada satu pun di
antara metode kuantitatiftersebut dapat berdiri sendiri tanpa bantuan
dari yang lainuntuk menerangkan ekonometrika. Oleh karena itu, ketigafaktor yaitu teori ekonomi, matematika dan statistika sama-samapenting
untuk menerangkan hubungan kuantitatif dalammempelajari ilmu ekonomi.
·Damodar Gujarati (1983:60)
Ekonometrika:
“Pengukuran ekonomi”
·Gerhard Tintner
Ekonometrika
adalah hasil dari suatu pandangan khusus atas peranan ilmu ekonomi, terdiri
dari penerapan statistika matematik atas data ekonomi untuk memberi dukungan
empiris untuk model yang disusun dengan ilmu ekonomi matematis dan untuk
memperoleh hasil dalam angka (numerical
results).
·Thad W. Mirer (1990:vii)
Ekonometrika:
“Is designed for courses in economic
statistics and introductory econometrics that aim to mix the development of
technique with its application to real economic analysis.
·Wannacott (1989:240)
Econometric
is the measurement of the such causal relationship, either to show how the
economic operates or to make predictions about the future.
·Syahrul (2000:150)
Ekonometrika
adalah penggunaan analisis komputer serta teknik pembuatan model untuk
menjelaskan hubungan antara kekuatan-kekuatan ekonomi utama seperti ketenagakerjaan,
modal, suku bunga, dan kebijakan pemerintah dalam pengertian matematis,
kemudian menguji pengaruh dari perubahan dalam skenario ekonomi.
·Arthur S.Goldberger (1964.p.1)
Ekonometrika
adalah ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika, dan
statistika inferensi yang digunakan untuk menganalisis kejadian-kejadian
ekonomi.
·J.Supranto (1983.p.6)
Ekonometrika
merupakan gabungan penggunaan matematik dan statistik untuk memecahkan
persoalan ekonomi.
·Sugiyanto, Catur (1994, p.3)
Ekonometri
adalah suatu ilmu yang mengombinasikan teori ekonomi dengan statistik ekonomi
dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari hukum skematik yang dibangun
oleh teori ekonomi. Dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematik, dan statistik,
ekonometri membuat hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata.
·Koutsoyiannis A. (1977)
Econometrics
is a combination of economic theory, mathematical economics, and statistics,
but it is completely distinct from each one of these three branches of science.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekonometrika
merupakan cabang dari ilmu ekonomi dengan menggunakan dan menerapkan matematika
dan statistika untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang dibuat dalam suatu
model ekonometrik yang kemudian diestimasi hasilnya dan diuji lagi
kesesuaiannya dengan teori ekonomi yang sudah ada. Ada beberapa hal yang
berkaitan dengan ekonometrika:
1.Ekonometrika
merupakan suatu kombinasi ilmu ekonomi, matematika, dan statistika.
2.Ekonometrika
digunakan untuk menganalisis fenomena-fenomena ekonomi.
Anonimous. 2004. Bab II. Landasan
Teori. http://digilib.petra.ac.id
Bakende, S. 2008. Ekonometrika
Modul, http://
www. scribd. com/doc/8614775/ Ekonometrika-Modul,
diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential
of Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999.
Koutsoyiannis,
A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric
Methods, Second Edition. United Kingdom: The Macmillan Press Ltd.
Supranto, J. 1983. Ekonometrik, Buku
Satu. Lembaga Penerbit FE UI.
Sugiyanto, C. 1994. Ekonometrika Terapan, Edisi 1.
Yogyakarta: BPFE.
Determinants
of Yam Production and Technical Efficiency
among
Yam Farmers in Benue State, Nigeria
Ringkasan
Artikel ini bertujuan
untuk meneliti faktor-faktor penentu produksi ubi rambat dan efisiensi teknis
dari petani ubi rambat dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan memasukkan model inefisiensi. Data
dikumpulkan dari 100 responden petani di Benue State dengan menggunakan
kuisioner terstruktur. Hasil penelitian menemukan bahwa lahan, bibit ubi
rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perubahan output ubi rambat. Karakteristik petani seperti
pendidikan, keanggotaan dalam asosiasi, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh
signifikan terhadap efisiensi teknis di antara produsen ubi rambat. Efisiensi
teknis bervariasi antara 0,67 hingga
0,99 dengan nilai tengah sebesar 0,95. Implikasinya yaitu efisiensi produksi
ubi rambat di antara petani dapat ditingkatkan 5% dengan penggunaan lahan,
bibit, tenaga kerja keluarga, dan pupuk yang lebih baik dalam jangka pendek
dengan tingkat teknologi yang sudah ada. Hal tersebut dapat terwujud dengan
adanya intervensi kebijakan berupa akses lahan yang lebih baik, perbaikan bibit
dan pupuk. Juga perbaikan dalam pendidikan petani melalui pendidikan orang
dewasa dan pemberantasan buta huruf yang memungkinkan akan meningkatkan
efisiensi dalam jangka panjang.
Pendahuluan
Ubi rambat (Dioscorea spp) sebagai salah satu bahan
makanan pokok di Afrika Barat dan Tengah dimana ubi rambat ini sebagai penyedia
makanan bagi 160 juta lebih orang (Orkwor et al. 1995). Akar dari ubi rambat
merupakan sumber yang baik untuk energi terutama kandungan karbohidrat, rendah
lemak, dan protein yang terkandung di dalamnya. Selain sebagai sumber makanan
pokok, ubi rambat juga merupakan sumber yang baik untuk industri tepung kanji.
Walaupun ubi rambat ini sangat penting, produksinya di Nigeria tidak mampu
memenuhi kebutuhan (Orkwor and Asiedu 1999). Berikut gambaran penurunan
persentase tingkat pertumbuhan ubi rambat yaitu sebesar 42% di tahun 1990
menjadi 16.3% di tahun 2001 walaupun terjadi peningkatan lahan untuk ubi rambat
di periode tersebut yaitu sebesar 1270 juta ha di tahun 1990 menjadi 2742 juta
ha di tahun 2001 (Federal Ministry of Agriculture, FMA 2001).
Peningkatan
produktifitas secara langsung berhubungan dengan efisiensi produksi dan hal ini
sangat penting untuk meningkatkan produktifitas dari petani dengan membantu
mereka mengurangi inefisiensi teknis. Efisiensi berkaitan dengan hasil yang relatif dari suatu proses
penggunaan input menjadi output.
Fungsi produksi stochastic frontier
digunakan untuk analisis efisiensi teknis dalam kajian artikel ini.
Metode
Penelitian
1.Lokasi
Penelitian
Penelitian
ini berlokasi di Kwande Local Government
Area yang terletak sekitar 174 km dari arah tenggara Makurdi, dengan jumlah
populasi 191.067 jiwa, dan luas daerah sekitar 2560 km2.
Teridentifikasi sebagai daerah tropis dengan 2 musim yaitu musim hujan dan
kemarau. Tipe tanah di daerah ini liat berpasir dan ubi rambat sebagai tanaman
utama yang diusahakan.
2.Sampel
dan Pengumpulan Data
Teknik
yang digunakan untuk memilih responden yaitu dengan multi-stage random dan purposive
sampling. Data dikumpulkan dengan cara membagikan kuisioner kepada rumah
tangga petani yang mengusahakan ubi rambat untuk musim panen 2005/2006 dengan
memperhatikan aspek sosial ekonomi. Petani yang dipilih sebagai responden,
berjumlah 100 petani.
3.Model
Ekonometrik dan Estimasi
Data dianalisis
dengan menggunakan model stochastic
frontier dengan metode MLE (Khumbhakar dan Heshmatic 1995, Yao dan Liu
1998, Zeibet dan Dharmapala 1999, Ogundele 2003, Pius dan Odjuvwuederhie 2006).
Model matematika untuk fungsi stochastic
frontier:
Berdasarkan analisis dengan menggunakan FRONTIER 4.1,
diperoleh hasil sebagai berikut:
1.Terdapat lima input
yang menjadi faktor produksi ubi rambat dalam penelitian ini yaitu lahan, bibit
ubi rambat, tenaga kerja keluarga, tenaga kerja upahan pupuk, dan herbisida.
2.Dari kelima input
tersebut, hanya input tenaga kerja
upahan dan herbisida yang menunjukkan nilai koefisien negatif dan tidak
signifikan.
3.Penggunaan input
lahan, bibit ubi rambat, dan pupuk berpengaruh signifikan pada taraf 1%
terhadap produksi ubi rambat. Sedangkan penggunaan tenaga kerja keluarga
berpengaruh signifikan pada taraf 5% terhadap produksi ubi rambat.
4.Nilai sigma square (σ2)
yang diperoleh, signifikan pada taraf 5% dan nilai gamma (γ) signifikan pada taraf
1%.
5.Nilai elastisitas dari masing-masing input (lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk)
besarnya lebih dari 0 dan kurang dari 1 (0<E<1) yang berarti dalam
penggunaan para petani ubi rambat telah rasional dalam penggunaan input-input tersebut. Sedangkan nilai elastisitas dari tenaga kerja
upahan dan herbisida besarnya kurang dari 0 (E<0) yang berarti penggunaan
kedua input tersebut telah berlebih
sehingga malah menyebabkan produksi ubi rambat turun. Jumlah elastisitas dari
semua input sebesar 0,98 yang berarti
RTS untuk produksi ubi rambat ini, berada pada skala DRS (Decreasing Return to Scale) yang artinya peningkatan input
akan meningkatkan produksi yang jumlah peningkatannya kurang dari jumlah
peningkatan input tersebut.
6.Terdapat lima variabel inefficiency
dalam penelitian ini yaitu pendidikan, keanggotaan dalam asosiasi pertanian,
keikutsertaan dalam penyuluhan, jumlah anggota keluarga, dan sistem kepemilikan
lahan.
7.Dari kelima variabel tersebut, variabel pendidikan, keanggotaan
dalam asosiasi pertanian, dan jumlah anggota keluarga memiliki nilai koefisien
negatif dan signifikan di tingkat 10% yang artinya peningkatan masing-masing
variabel tersebut tidak akan menyebabkan ketidakefisienan dalam produksi ubi
rambat. Sedangkan variabel keikutsertaan dalam penyuluhan dan sistem kepemilikan
lahan memiliki nilai koefisien positif yang artinya peningkatan dari kedua
variabel tersebut akan menyebabkan ketidakefisienan dalam produksi ubi rambat.
8.Efisiensi teknik dari para petani, rentangnya berkisar antara
0,67 hingga 0,99 dengan rata-rata efisiensi sebesar 0,95. Terdapat 93 petani
responden yang nilai efisiensi teknisnya di atas 80%.
Production
Efficiency of Yam in Zing Local Government Area
of
Taraba State, Nigeria
Ringkasan
Penelitian ini
mengarah pada analisis efisiensi produksi ubi rambat di Zing Local Government Area, Taraba State. Data dikumpulkan dari 103
responden dengan menggunakan teknik multistage
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% responden laki-laki, 38,8%
responden dengan rentang umur 31-40 tahun, 84,4% sudah menikah, 72,8%
berpendidikan formal, 53,4% mengolah lahan 1 atau 2 ha lahan pertanian. Hasil R2dengan fungsi double log yaitu sebesar 0,745
menunjukkan hasil yang baik. Hasil studi menyatakan bahwa ukuran usahatani,
bibit ubi rambat, dan pupuk berhubungan positif dengan produksi ubi rambat dan
signifikan pada taraf 1 dan 5%. Analisis marginal dari penggunaan input ukuran usahatani, bibit ubi
rambat, dan tenaga kerja (dalam keluarga dan luar keluarga) menunjukkan
penggunaan yang rasional namun tingkat penggunaannya tidak optimal. Oleh karena
itu, dibutuhkan peningkatan MVP lebih dari 97, 66,55, dan 36%. Pendapatan
rata-rata kotor sebesar N241.000,00 dengan total biaya rata-rata sebesar
N125.320,00 per ha. Bibit ubi rambat merupakan bagian terbesar dari total biaya
yaitu sebesar 66,8% dengan biaya rata-rata sebesar N85 per kg.
Pendahuluan
Ubi rambat di
Nigeria mahal dan tidak mampu dihasilkan
di daerah perkotaan dimana pertumbuhan produksi tidak dapat menyesuaikan dengan
pertumbuhan populasi sehingga permintaan ubi rambat melebihi penawarannya. Produksi
ubi rambat di Nigeria dipercaya memiliki hambatan yang besar disebabkan harga
bibit yang terlalu tinggi. Hal ini diamati bahwa kerusakan pertanian
tradisional dari petani di Zing Local Government Area sangat
mengurangi tren produksi ubi rambat yang tinggi di daerah ini. Bagaimanapun,
tidak semua petani dapat mengalokasikan input
secara efisien untuk produksi ubi rambat di area ini. Tujuan dari artikel
ini yaitu:
1.Mendeskripsikan
karakteristik sosial ekonomi dari produsen ubi rambat
2.Mengestimasi
efisiensi penggunaan input produksi
ubi rambat
3.Menentukan
profitabilitas dari produksi ubi rambat
Metode
Penelitian
1.Lokasi
Penelitian
Penelitian
ini berlokasi di Zing Local Government
Area dengan jumlah populasi sekitar 115.384. Area ini memiliki kondisi
iklim yang baik kaya akan peluang pertanian dengan temperature berkisar antara
28-340C, rata-rata curah hujan 1500 mm. Area ini kaya akan
sumberdaya alam.
2.Teknik
Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data
Penelitian
ini menggunakan data primer, dengan menggunakan kuisioner terstruktur.
Informasi yang dikumpulkan berupa karakteristik sosial ekonomi, aktivitas
produksi, biaya dan pengembalian produksi ubi rambat Sampel dipilih secara purposive dengan teknik multistage random sampling dan setiap
tahap menggunakan teknik random sampling.
Total responden yang terpilih yaitu 130 responden.
3.Metode
Analisis Data
Data
dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana, regresi berganda, dan
profitabilitas (gross margin). Model
ekonometrika (bentuk double log) yang
digunakan:
Analisis marginal penggunaan input digunakan untuk menentukan penggunaan input secara efisien, yaitu dengan membandingkan nilai MVP dan MFC.
Model profitabilitas (gross margin)
yang digunakan:
GM = GI – TVC (11)
NFI = GM – TFC (12)
dimana:
GM :
margin kotorper ha (N)
GI :
pendapatan kotor per ha (N)
TVC :
total biaya variabel per ha (N)
NFI :
pendapatan bersih petani per ha (N)
TFC :
total biaya tetap per ha (N)
Hasil Penelitian
Beberapa hal yang dapat dipaparkan dalam hasil penelitian yaitu yang
berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi responden, hubungan antara
penggunaan input dan produksi ubi
rambat, analisis marginal terhadap efisiensi penggunaan input, alokasi input optimum,
biaya rata-rata dan pengembaliannya, serta rasio profitabilitas, dapat dirinci
sebagai berikut:
1.Responden laki-laki
sebanyak 95% yang artinya aktivitas produksi ubi rambat dominan dikerjakan oleh
laki-laki, usia responden dengan rentang 31-40 tahun menempati porsi terbesar
yaitu 38,8% yang artinya aktivitas produksi ubi rambat lebih banyak dikerjakan
oleh laki-laki muda karena alasan lebih aktif dan energik, hanya 39,8%
responden yang memiliki lahan lebih dari 2 ha dengan pengalaman berusahatani
antara 11-20 tahun (Tabel 1).
2.Nilai koefisien
determinasi (R2) yaitu sebesar 0,745 yang artinya sebesar 75%
variasi dari produksi ubi rambat (Y) dapat dijelaskan oleh variasi variabel
bebas (Xi) dan sisanya 25% dijelaskan oleh variabel lain selain enam
variabel X yang ada di dalam model. Berdasarkan hasil estimasi parameter
regresinya, luas lahan (X1) dan pupuk (X5) berpengaruh
positif terhadap produksi ubi rambat dan signifikan pada taraf 1%, begitu juga
dengan bibit ubi rambat (X2) berpengaruh postif terhadap produksi
ubi rambat namun pada taraf 5%. Tenaga kerja keluarga (X3) juga
berpengaruh positif terhadap produksi ubi rambat namun tidak signifikan (Tabel
2).
3.Rasio MVP dan MFC untuk
luas lahan, bibit ubi rambat, dan tenaga kerja keluarga lebih dari 1 (belum
efisien) yang artinya penggunaannya masih kurang sehingga ketiga input tersebut harus ditambah, tenaga
kerja upahan rasio MVP dan MFC kurang dari 1 (tidak efisien) yang berarti
penggunaannya berlebih sehingga perlu dikurangi, sedangkan pupuk menunjukkan
rasio MVP dan MFC sama dengan 1 yang artinya penggunaan pupuk sudah efisien
(Tabel 3).
4.Alokasi optimum input (Tabel 4) menunjukkan bahwa
penggunaan input luas lahan, bibit
ubi rambat, dan tenaga kerja keluarga masing-masing perlu ditingkatkan sebesar
97,43%, 66,55%, 35,9%. Sedangkan penggunaan tenaga kerja upahan perlu dikurangi
sebesar 61,24%.
5.Berdasarkan Tabel 5,
diperoleh bahwa pendapatan kotor rata-rata (GI) sebesar N241.800 dengan harga
sebesar N120 per kg. Total biaya (TC) sebesar N125.320. Bibit ubi rambat
menempati bagian terbesar dari biaya rata-rata yaitu sebesar
66,8% dengan biaya rata-rata N85 per kg, diikuti dengan sewa lahan sebesar
15,9% atau N8.300 per ha. Pendapatan bersih petani (NFI) sebesar N116.480
6.Rasio profitabilitas
produksi ubi rambat (Tabel 6) dinyatakan dengan PI (Profitability Index), RRI (Rate
of return on investment), RRVC (Rate
of return on variable cost), dan OR (Operating
Ratio) masing-masing sebesar 48,2%, 92,9%, 212,9%, dan 42,6%. Secara
berurutan, masing-masing nilai tersebut menunjukkan keuntungan bersih,
pendapatan bersih, pengembalian dalam setiap pengeluaran, serta rasio antara TR
dan TVC.
CRITICAL
Efisiensi menurut Sukirno (1997),
didefinisikan sebagai kombinasi antara faktor produksi yang digunakan dalam
kegiatan produksi untuk menghasilkan output yang optimal. Efisiensi dapat dicapai petani dengan tiga cara yaitu efisiensi
teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis.
Artikel
Shehu at al “Determinants
of Yam Production and Technical Efficiency among Yam Farmers in Benue State,
Nigeria” dan artikel Musa et al “Production Efficiency of Yam in Zing Local Government Area of Taraba State,
Nigeria”, keduanya sama-sama membahas tentang efisiensi produksi ubi rambat
di Nigeria, namun memilih lokasi penelitian yang berbeda dimana untuk artikel
Shehu at al berlokasi di Kwande Local
Government Area sedangkan artikel yang kedua berlokasi di Zing Local Government Area.
Artikel Shehu at
al membahas tentang efisiensi teknis dan faktor penentu produksi ubi rambat,
sementara artikel Musa et al selain membahas efisiensi teknis juga efisiensi
harga/alokatif serta profitabilitasnya. Efisiensi teknis pada artikel Shehu at
al menggunakan model stochastic frontier dengan
metode MLE sedangkan artikel Musa et al menggunakan regresi berganda bentuk double log dengan metode OLS. Keunggulan
fungsi produksi stochastic frontier dibandingkan
regresi berganda pada kedua artikel tersebut yaitu pada stochastic frontier dapat diketahui faktor penyebab inefisiensi
(Tabel 2, artikel Shehu at al) serta rasio varians (γ) dari efek inefisiensi
teknis yang disajikan dalam Tabel 1 artikel Shehu at al. Di samping itu juga,
dapat diketahui besar frekuensi petani di tiap rentang efisiensi teknisnya
(Tabel 3, artikel Shehu at al). Sedangkan jika menggunakan model regresi
berganda dengan metode OLS, hal-hal tersebut tidak bisa diketahui.
Karakteristik
sosial ekonomi petani responden pada artikel Shehu at al merupakan bagian dari
efisiensi teknis dan dimasukkan dalam model inefisiensi teknis sedangkan pada artikel
Musa et al, karakteristik tersebut hanya dijelaskan dalam bentuk persentase. Pada
artikel Shehu at al, variabel pendidikan merupakan variabel yang tidak akan
menyebabkan ketidakefisienan seperti halnya juga dikemukakan dalam Michael et
al (2011), sehingga perlu untuk meningkatkan pendidikan petani salah satu
caranya dengan cara pemberantasan buta huruf dan pendidikan non formal seperti
penyuluhan dan demonstrasi cara berproduksi.
Berdasarkan
hasil penelitian di kedua artikel tersebut, diperoleh bahwa input luas lahan, bibit ubi rambat, dan
pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi ubi
rambat. Hasil penelitian di artikel Shehu at al menyatakan bahwa tenaga kerja
keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ubi rambat
sedangkan pada artikel Musa et al, tenaga kerja keluarga tersebut hanya
berpengaruh positif namun tidak signifikan seperti pada hasil penelitian Awoniyi
et al (2006). Untuk tenaga kerja upahan, baik di artikel Shehu at al maupun
kedua, sama-sama menunjukkan tanda yang negatif. Hal ini bisa dijelaskan karena
penggunaan tenaga kerja upahan tersebut sudah berlebih karena kebutuhan tenaga
kerja sudah tercukupi dengan penggunaan tenaga kerja keluarga. Berbeda dengan Awoniyi
et al (2006), tenaga kerja upahan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf
1%. Hasil penelitian dari Awoniyi et al (2006) dan Michael et al (2011)
mengenai efisiensi teknis produksi ubi rambat di Nigeria juga menyatakan bahwa input luas lahan berpengaruh positif dan
signifikan pada taraf 1% terhadap produksi ubi rambat. Michael et al (2011)
juga memperoleh hasil bahwa bibit ubi rambat berpengaruh positif dan signifikan
pada taraf 1%, sementara pupuk berpengaruh positif namun tidak signifikan yang
juga ditunjukkan pada hasil penelitian Awoniyi et al (2006).
Berdasarkan
hasil analisis marjinal penggunaan input pada
artikel Musa et al, maka sebaiknya penggunaan lahan, bibit, dan tenaga kerja
keluarga ditambah karena menunjukkan nilai yang belum efisien. Sedangkan penggunaan
tenaga kerja upahan sebaiknya dikurangi karena menunjukkan nilai yang tidak
efisien (input) berlebih.
Berdasarkan
hasil perhitungan biaya rata-rata dan pengembaliannya pada artikel Musa et al,
bibit merupakan bagian terbesar dari biaya kemudian sewa lahan, sebagaimana
juga dalam Awoniyi et al (2006) pada lahan basah.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian Shehu et al maka
dapat dikatakan bahwa tingkat keefisienan para petani ubi rambat dalam
menggunakan input produksi rata-rata
mencapai 95% yang artinya para petani dapat meningkatkan 5% penggunaan inputnya untuk mencapai kemungkinan
output maksimum. Dengan kata lain, petani dapat meningkatkan penggunaan secara
intensif input lahan, bibit ubi rambat, pupuk, dan tenaga kerja keluarga karena
sesuai dengan hasil analisis, keempat variabel input tersebut berpengaruh positif dalam peningkatan produksi ubi
rambat. Untuk bisa mewujudkan hal ini, diharapkan perhatian dari pemerintah
untuk ketersediaan lahan pertanian ubi rambat, harga bibit dan pupuk yang
terjangkau untuk masyarakat petani. Dalam jangka panjang, efisiensi teknis bisa
dicapai dengan status pendidikan petani, dimana petani dengan pendidikan yang
lebih tinggi akan lebih mampu untuk menerima teknologi baru (adopsi teknologi)
sehingga diharapkan dapat berkontribusi positif bagi peningkatan produksi ubi
rambat.
Berdasarkan hasil
penelitian Musa et al maka dapat disimpulkan bahwa luas lahan dan pupuk
berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 1% terhadap produksi ubi rambat,
sementara bibit ubi rambat juga berpengaruh positif dan signifikan namun pada
taraf 5%. Implikasinya yaitu peningkatan input-input
tersebut akan meningkatkan produksi ubi rambat. Hasil analisis marjinal efisiensi
penggunaan input menunjukkan bahwa
peningkatan luas lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk akan
berdampak pada peningkatan produksi ubi rambat, dimana akibat peningkatan dari
masing-masing input tersebut terhadap
produksi ubi rambat berbeda-beda tergantung pada nilai MPP. Hasil NFI (Net Farm Income) yang diperoleh sebesar
N116.480. Hasil penelitian tersebut dapat memberikan suatu rekomendasi kepada
petani dan pemerintah dimana petani sebaiknya meningkatkan penggunaan luas
lahan, bibit ubi rambat, dan pupuk sementara pemerintah berusaha untuk
memperbaiki produksi ubi rambat melalui penelitian teknis menyangkut ubi rambat
dan penyediaan fasilitas kredit bagi petani tepat waktu dengan maksud untuk
mendorong kemampuan produksi ubi rambat.
DAFTAR PUSTAKA
Awoniyi et al, Abiodun O, Omonona, Titus B 2006. Production Efficiency In
Yam Based Enterprises In Ekiti State, Nigeria. J of Central European Agric, 7(4): 627-636.
Michael et al OF
2011. Measuring Technical Efficiency of Yam Farmers in Nigeria: A Stochastic
Parametric Approach. Agricultural Journal,
6(2): 40-46.
Musa YH, Onu JI,
Vosanka IP, Anonguku I 2011. Production Efficiency of Yam in Zing Local
Government Area of Taraba State, Nigeria. J
of Hortic For, 3(12): 372-378.
Shehu JF,
Iyortyer JT, Mshelia SI, Jongur AAU 2010. Determinants of Yam Production and
Technical Efficiency among Yam Farmers in Benue State, Nigeria. J Soc Sci, 24(2): 143-148.