Minggu, 22 April 2012

Masalah Makroekonomi dan Tantangan Kebijakan (Critical Review)


Macroeconomic Trouble and Policy Challenges in The Wake of Financial Bust
Artikel Asensio (2011) yang berjudul “Macroeconomic Trouble and Policy Challenges in the wake of The Financial Bust” memaparkan kondisi perekonomian dunia yang sedang dilanda krisis mulai tahun 2008 hingga saat ini serta tantangan-tantangan baru yang akan dihadapi oleh pemerintah dan bank sentral dalam hal penetapan kebijakan/regulasi yang tepat untuk memulihkan keadaan perekonomian yang sedang dilanda krisis tersebut (disintegrasi sistem keuangan). Intervensi pemerintah dalam menangani krisis keuangan yaitu dengan cara merangsang likuiditas yang besar-besaran dengan harapan kelebihan likuiditas bisa menyebabkan tekanan inflasi sehingga merangsang pemerintah dan bank sentral untuk membuat suatu kebijakan moneter dan fiskal yang ketat yang bertujuan untuk memulihkan  kondisi perekonomian (krisis keuangan).
Krisis keuangan yang terjadi sejak akhir 2008 hingga kini, bukan merupakan krisis yang pertama kali terjadi di dunia internasional, melainkan telah ada sebelumnya sejak abad ke 18. Menurut Davidson (2008,2009), penyebab dari krisis keuangan yang dipicu oleh subprime yaitu adanya kegagalan dalam penetapan kebijakan/regulasi. Sehingga diperlukan suatu kebijakan yang bisa melindungi sistem keuangan, dalam hal ini kebijakan untuk mendorong permintaan agregat. Dinamika permintaan agregat menentukan jalur pertumbuhan ekonomi setelah krisis, dimana dinamika permintaan agregat itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi pembiayaan. Namun, pihak perusahaan dan rumah tangga mengalami kesulitan dalam hal pembiayaan karena lembaga keuangan menetapkan tingkat suku bunga yang relatif tinggi serta sikap yang selektif dalam hal pemberian kredit. Situasi ini akan berdampak pada sikap perusahaan dan rumah tangga untuk mengurangi pengeluaran mereka, sehingga menyebabkan kurangnya investasi modal  yang pada akhirnya menjadi penyebab terjadinyas kemunduran/kelesuan dalam berwirausaha serta penurunan tingkat permintaan agregat. Dengan demikian, perlunya kebijakan yang baru dan dukungan publik untuk meningkatkan permintaan agregat.
Asensio mencoba membuat suatu gambaran buruk yang mungkin terjadi pada saat proses pemulihan berlangsung yaitu dimana dukungan publik dan dinamika permintaan yang lemah sehingga pemerintah kesulitan untuk menyeimbangkan anggaran (terjadi defisit anggaran yang abadi) yang akhirnya semakin meningkatkan utang publik.
Kelebihan Jumlah Uang
Likuiditas yang berlebih digunakan untuk membiayai pembelian pribadi terutama dalam pembelian rumah dan investasi perumahan, sehingga terjadi gelembung di sektor perumahan. Ketika gelembung pecah dan nilai riil serta aset riil ambruk, kelebihan uang yang beredar menyebabkan meningkatnya permintaan likuiditas. Kelebihan likuiditas memicu terjadinya permintaan agregat yang berlebih  sehingga menyebabkan perubahan pada tingkat harga. Kondisi di atas menunjukkan terjadinya inflasi yang disebut dengan inflasi tarikan permintaan. Sehingga tindakan apa yang harus dilakukan oleh bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang yang berlebih tersebut. Sebenarnya, untuk menekan inflasi tersebut bisa dilakukan dengan cara mengurangi keinginan likuiditas. Namun yang menjadi permasalahannya yaitu apakah tindakan tersebut dijamin tidak akan mengganggu sistem keuangan. Sehingga situasi seperti ini berdampak pada keputusan bank sentral itu sendiri (menekan inflasi atau menjaga kestabilan sistem keuangan).
Membatasi Kebijakan Fiskal merupakan suatu Ancaman
Asensio mencoba membandingkan konsep dari Fiscal Orhodoxy dan Intervensi ala Keynes dalam konteks setelah krisis, dimana pengikut Fiscal Orhodoxy menyarankan untuk membatasi kebijakan fiskal yang berarti  mengurangi defisit anggaran (meningkatkan surplus anggaran) yang bertujuan untuk mengurangi utang. Namun konsep ini tidak mungkin diterapkan saat kondisi perekonomian sedang tertekan (sedang dalam masa pemulihan). Jika surplus anggaran tetap dipaksakan (mengurangai pengeluaran (belanja) pemerintah) maka yang akan terjadi yaitu tekanan terhadap pendapatan fiskal. Berbeda dengan intervensi yang disarankan oleh  Keynes dimana kebijakan fiskal tidak dibatasi dengan kata lain menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif mungkin saja perekonomian akan segera membaik.
Beberapa faktor yang menyebabkan kebijakan ekspansif efektif untuk memulihkan perekonomian setelah mengalami masa krisis yaitu:
1)      Dukungan publik untuk membantu memulihkan profitabilitas seperti yang diharapkan oleh investasi swasta yang produktif.
2)      Dalam kondisi pemulihan ekonomi, hutang yang belum bisa dibayarkan akan menjadi rendah.
3)      Pemulihan ekonomi yang kuat akan mendorong pendapatan fiskal yang dapat membantu pemerintah mensosialisasikan kerugian yang telah dialami tanpa harus meningkatkan pajak.






KRITIK
Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral dalam menghentikan disintegrasi sistem keuangan merupakan salah satu bentuk perhatian dari pemerintah dan bank sentral dalam menangani krisis keuangan yang sedang melanda sistem perekonomian dunia saat ini. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan fiskal dan juga merupakan tantangan bagi bank sentral untuk menetapakan kebijakan moneter yang tepat. Pemerintah dan bank sentral juga dihadapkan pada pilihan untuk membiarkan inflasi tetap tinggi dan mengurangi pengangguran ataukah menekan laju inflasi dan membiarkan tingkat pengangguran yang tinggi.
Seperti pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa berlebihnya jumlah uang yang beredar menyebabkan ketidakstabilan harga sehingga berdampak pada inflasi. Oleh karena itu, diperlukan otoritas moneter (bank sentral) untuk mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang dan perumahan agar inflasi dapat terkendali. Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dalam kasus ini, sektor swasta melakukan investasi perumahan dengan modal yang diperoleh dari kredit bank. Seperti yang dikemukakan oleh Keynes dimana untuk memulihkan kondisi perekonomian yaitu dengan menyeimbangkan pengeluaran publik dan pengeluaran pemerintah dimana pemerintah harus memastikan uang tetap beredar dalam arus consumption sequence dan investment sequence (Brown, 1995:57), kenaikan investasi harus dibarengi dengan kenaikan konsumsi (keinginan untuk membeli barang). Ketika keinginan membeli barang berkurang sementara investasi tetap meninggi, ini berisiko krisis.. Tapi ketika keinginan membeli barang berkurang tetapi pemerintah mampu menambah konsumsinya, maka tercipta kestabilan ekonomi (krisis bisa dihindarkan). Dalam kondisi yang seperti ini, otoritas fiskal (pemerintah) diperlukan Sehingga pembatasan fiskal tidak mungkin dilakukan karena hanya akan mengancam perekonomian yang memang belum kembali pulih. Karena pembatasan fiskal berarti pengurangan belanja pemerintah yang berakibat tekanan dalam pendapatan fiskal dan akhirnya perekonomian tidak akan cepat pulih.
Kondisi yang kita harapkan yaitu kondisi pemulihan ekonomi yang cepat dan itu hanya akan terwujud jika ada dukungan dari semua pihak mulai dari masyarakat, pemerintah, dan bank sentral. Dukungan dari publik (masyarakat) dalam hal peningkatan permintaan agregat akan menyeimbangkan anggaran pemerintah sehingga bisa mengurangi hutang publik. Peningkatan permintaan agregat dirangsang oleh turunnya tingkat suku bunga (otoritas moneter) dengan cara menaikkan jumlah uang yang beredar (The Fed), namun jumlah uang yang beredar tersebut dipastikan tetap dalam arus consumption sequence dan investment sequence (Brown).

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Dalam rangka pemulihan ekonomi, diperlukan adanya intervensi oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas. Otoritas yang dimaksud yaitu otoritas fiskal (pemerintah) dan moneter (bank sentral). Dalam kasus di atas, bank sentral sebaiknya menetapkan tingkat suku bunga yang rendah untuk merangsang investasi dan pengingkatan permintaan agregat. Namun mekanisme peningkatan suku bunga ialah dengan menaikkan jumlah uang yang beredar namun dijaga agar jumlah uang yang beredar tersebut masih dalam lingkup consumption sequence dan investment sequence sehingga inflasi dapat ditekan. Kenaikan investasi harus dibarengi dengan kenaikan konsumsi (keinginan untuk membeli barang). Ketika keinginan membeli barang berkurang sementara investasi tetap meninggi, ini berisiko krisis.. Tapi ketika keinginan membeli barang berkurang tetapi pemerintah mampu menambah konsumsinya, maka tercipta kestabilan ekonomi (krisis bisa dihindarkan). Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah menyebabkan peningkatan pendapatan fiskal.  Peningkatan permintaan agregat bisa berdampak pada peningkatan faktor-faktor produksi. Berarti, sumberdaya yang ada bisa dialokasikan untuk memenuhi permintaan agregat tersebut. Dengan demikian, kesempatan kerja terbuka sehingga tingkat pengangguran dapat berkurang.


DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2010. Krisis Ekonomi Global. http://petikdua.wordpress.com/2010/04/18/krisis-ekonomi-global-2008-2009/ diakses pada 17 November 2011
Davidson, P. (2008) “Is the current financial distrees caused by the subprime mortagage crisis a Minsky moment? Or is it the result of attempting to securitize illiquid non commercial mortgage loans?’, Journal of Post Keynesian Economics, 30.
Dornbusch., Rudiger, dkk. 2008. Makroekonomi (terjemahan). Jakarta: PT.Media Global Edukasi


Kurva Kepuasan Sama untuk Pendapatan dan Waktu Santai (Critical Review)


AN EMPIRICAL INDIFFERENCE FUNCTION
FOR INCOME AND LEISURE
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fungsi indiferen pendapatan dan waktu santai dari pekerja tekstil di sebuah pabrik tekstil di Amerika Serikat bagian tenggara. Untuk membangun suatu fungsi indiferen tersebut, L.F. Dunn mencoba mengadakan survei ke pabrik tersebut menyangkut dua hal yaitu berapa banyak uang yang bersedia dikeluarkan oleh masing-masing pekerja untuk membiayai sesuatu yang tidak berhubungan dengan uang misalnya rencana pension atau waktu santai dan berapa lama waktu yang bersedia dikorbankan oleh pekerja untuk bekerja lebih lama dalam setiap minggu tanpa ada tambahan upah untuk memperoleh barang kebutuhan yang sama (sebelum ada tambahan waktu kerja, pada tingkat upah yang sama). Dua hal yang dievaluasi di atas, mewakili tingkat substitusi marginal (Marginal Rate of Substitution / MRS) pekerja untuk pendapatan upah (wage income) dan waktu santai (leisure time).
Hubungan terbalik (trade-offs) antara pendapatan  dan waktu santai
Hubungan antara pendapatan upah dan waktu santai diilustrasikan dengan kurva indiferen seperti pada gambar di bawah ini yaitu dimana kurva indiferen ini menunjukkan kombinasi antara pendapatan upah yang didapat pekerja dengan waktu luang yang digunakan pekerja sebagai fungsi dari tingkat kepuasan (utility), dengan pendapatan upah setelah pajak (W0) di sisi vertikal dan waktu santai (L0) di sisi horizontal. U (W, L, x) merupakan utilitas dengan x dan U (W, L, 0) merupakan utilitas tanpa x. ∆W/∆L merupakan slope dari garis BC.
 
Persamaan (1) menunjukkan MRS dari pendapatan upah untuk waktu santai yang harus sama dengan rasio perubahan upah dan perubahan waktu santai
Persamaan (2) menunjukkan bentuk polynomial untuk analisis di atas, dimana α, β, dan γ ditentukan dengan nilai kuadrat terkecil dari ∆W/∆L yang diperoleh dari data survei dan dari hasil analisis, selalu diperoleh nilai γ yang kecil, nilai β<0, dan α itu sendiri merupakan MRS0.
Pada kondisi umum, MRS0=W, namun dalam kasus yang sedang dianalisis, diperoleh MRS0<W dimana diperoleh nilai MRS0 = $1.03 per jam dan nilai rata-rata W = $2.04. Hal ini disebabkan karena adanya batasan jumlah jam kerja yang diizinkan untuk bekerja. Jika batas jam kerja tersebut lebih kecil dari jumlah jam kerja optimal maka akan menjadi kendala dalam memaksimumkan utilitas dari pekerja tersebut sehingga diperoleh MRS0<W.
Gambar 1                                                        Gambar 2
    
            Diasumsikan ada sebuah kurva indiferen U (W, L, 0) = u2 dimana setiap titiknya bertepatan dengan U (W, L, x) = u1. Asumsi tersebut sama dengan asumsi bahwa MRS pendapatan upah untuk waktu santai di setiap titik adalah sama baik dengan ataupun tanpa x. Kemudian ∆L adalah jumlah maksimum dari waktu lembur yang siap diambil oleh seorang pekerja untuk menghindari pemotongan  ∆W pendapatan upah mingguannya. Sehingga, dipertimbangkan ∆W/∆L (dollars/hour) sebagai rata-rata upah efektif untuk waktu kerja lembur.
            Dalam analisis, diperoleh nilai ∆W/∆L yang semakin menurun (decreasing function). Ini menunjukkan perilaku dari upah yaitu ∆W/∆L akan semakin menurun jika pemotongan upah semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerja akan siap bekerja dalam upaya untuk mempertahankan upah bersihnya (take-home pay). Hal yang seperti ini, pada umumnya terjadi di kalangan pekerja dengan pendapatan upah yang rendah.
Fungsi Indiferen Eksplisit
Data pengamatan yang diperoleh  tidak bisa menentukan kurva indiferen dengan hanya menggunakan fungsi indiferen yang biasa digunakan. Berdasarkan data yang diperoleh, kemungkinan fungsi utilitas pada kasus ini berbentuk CES dan Cobb Douglas sehingga dengan mengombinasikan kedua fungsi utilitas tersebut didasarkan pada data yang ada, diperoleh suatu fungsi indiferen yang diasumsikan dapat digunakan untuk menganalisis kasus yang sedang diteliti.
(3)

Kurva Indiferen untuk Total Sampel yang diamati pada Tingkat Utilitas yang Berbeda
                                                            Gambar 3


Gambar 3 di atas bisa dijelaskan sebagai berikut:
1)      Lebarnya jarak antara dua kurva, mengindikasikan L yang menurun. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan penurunan ∆W/∆L untuk meningkatkan ∆L.
2)      Terbentuknya sebuah belokan yang tajam pada kurva, dengan L mendekati constant ke sebelah kiri kurva dan W mendekati constant ke sebelah kanan kurva.
3)      Kurva indiferen melalui titik (W0,L0) dengan belokan yang tajam di sekitar (W0,L0). Titik ini berhubungan dengan rata-rata pendapatan upah dan waktu santai, ditandai dengan X pada gambar 4, sehingga garis anggaran yang melewati (W0,L0) bersinggungan dengan kurva indiferen dekat titik tersebut.
4)      Terdapat penurunan yang tajam dalam utilitas sebagai akibat pemotongan pendapatan upah ∆W dalam jumlah yang kecil dengan total jam kerja mingguan yang tetap (constant) namun penurunan utilitas relatif kecil jika pekerja dituntut untuk bekerja lebih lama dengan pendapatan upah (W) yang konstan.

Kurva Indiferen untuk Kelompok yang Berbeda
Gambar 4
            Kurva di atas menggambarkan kelompok dengan tingkat belokan kurva indiferen yang lebih kecil menunjukkan tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam menentukan preferensi antara upah dan waktu santainya. Dalam hal ini, kelompok black females memiliki tingkat belokan kurva indiveren yang tidak terlalu tajam dibandingkan tingkat belokan kurva indiferen dari white females.

Kurva Penawaran Tenaga Kerja
            Kurva penawaran tenaga kerja pada gambar 5 (kiri) diturunkan dari fungsi indiferen. Secara umum, kurva penawaran tenaga kerja terbentuk sejak tenaga kerja masuk atau keluar pasar tenaga kerja.
Gambar 5
            Gambar 5 bagian kiri, menyajikan kurva penawaran tenaga kerja untuk seluruh sampel pekerja dalam kasus yang diamati dengan slope negatif yang mengindikasikan perilaku pendapatan.
            Gambar 5 bagian kanan menyajikan pendapatan upah mingguan W = rH untuk total sampel dibandingkan dengan tingkat upah r. Kurva ini menunjukkan bahwa w hampir konstan, ini artinya pekerja ingin mempertahankan tingkat pendapatan upah tertentu terlepas dari pendapatan upah yang mereka hadapi.
            Bisa dijelaskan bahwa model kompetitif (menolak semua kendala tambahan untuk jam kerja) mampu memberikan pendekatan untuk jumlah jam kerja yang tepat meskipun MRS di titik (W0, L0) berbeda dari tingkat upah aktual yang disebabkan oleh variasi kurva indiferen di sekitar  (W0, L0). Hasil ini menunjukkan sensitifitas dari MRS yang berubah sehingga mengganggu keseimbangan kompetitif.
            Kurva penawaran tenaga kerja diperoleh dari variasi ekonomi dan subkelompok demografi dengan menggunakan fungsi indiferen seperti yang diberikan di persamaan 3. Kurva penawaran tenaga kerja bagian kiri atas, menunjukkan kelompok dengan tingkat pendapatan aktual yang rendah, sedangkan kurva bagian kanan bawah menunjukkan kelompok dengan tingkat pendapatan aktual yang tinggi.

CRITICAL
            Teori alokasi waktu yaitu teori yang menunjukkan bahwa setiap individu memutuskan bagaimana mengalokasikan waktu yang dimilikinya di antara pilihan untuk bekerja (work) atau santai (leisure) mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki sejumlah waktu tersedia yang tetap. Bekerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas (job) yang dibayar. Sedangkan santai adalah semua jenis aktivitas yang tidak memperoleh bayaran, misalnya istirahat, dan sebagainya (McConnell dan Brue, 1995).
            Setiap individu akan mengasumsikan atau mengoptimumkan kepuasan (utility) pada titik persinggungan antara kurva indiferen (indifference curve) dengan garis kendala/anggaran (budget constraint) tertinggi yang dapat dicapai. Kurva indiferen menunjukkan berbagai variasi atau kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dari individu. Garis anggaran menunjukkan berbagai kombinasi antara pendapatan riil dan waktu santai yang dapat dicapai seorang pekerja pada tingkat upah tertentu. Tingkat substitusi marginal (MRS) memiliki slope negatif yang mengindikasikan adanya hubungan terbalik (trade offs) antara upah riil dan waktu santai, dimana untuk memperoleh tingkat kepuasan yang sama, berapa besar upah riil yang harus dikorbankan untuk menambah waktu santai.
            Secara matematis, kondisi kepuasan maksimum dapat dibuat dalam model (Binger dan Hoffman 1988): MRS = w/p, dimana MRS adalah slope dari kurva indiferen, dan w/p adalah slope dari garis anggaran atau disebut juga upah riil (real wage). Dalam kasus ini, untuk memaksimumkan kepuasan dari pekerja, nilai MRS = ∆W/∆L, dimana ∆W/∆L = w/p, merupakan upah riil dari pekerja. Namun yang ditemui, yaitu nilai MRS < ∆W/∆L, yang berarti tingkat kepuasan substitusi marginal lebih kecil dari upah riil yang diperoleh. Kondisi ini terjadi karena waktu yang dialokasikan untuk bekerja lebih sedikit dari waktu optimalnya. Untuk kelompok kecil dari sampel, diperoleh nilai MRS > ∆W/∆L, yang disebabkan karena adanya tekanan untuk bekerja lebih lama dibanding dengan waktu kerja yang diinginkan oleh kelompok pekerja tersebut.
            Fungsi indiferen yang digunakan dalam analisis ini (persamaan 3), merupakan hasil kombinasi sejumlah persamaan untuk fungsi utilitas CES dan Cobb Douglas. Persamaan 3 yang dirumuskan, cukup rumit dibandingkan fungsi indiferen pada umumnya, namun jika dibandingkan dengan fungsi indiferen pada umumnya, persamaan 3 yang ada mampu untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dalam kasus ini.
            Kurva indiferen yang disajikan pada gambar 4, menunjukkan adanya belokan yang tajam dimana W mendekati konstan ke sebelah kanan dan L mendekati konstan ke sebelah kiri, yang mengindikasikan bahwa dengan adanya pemotongan upah pekerja memaksa pekerja untuk mengurangi waktu santainya dengan maksud untuk mempertahankan tingkat upahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kekakuan dalam pilihan preferensi. Belokan yang tajam dalam kurva indiferen dapat digunakan untuk menganalisis masalah bagi negara berkembang (transformasi dari kegiatan pertanian ke kegiatan industri). Bentuk  kurva indiferen seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4, juga mengindikasikan bahwa pekerja tidak bersedia untuk mensubstitusi upahnya (berhubungan dengan tingkat memperoleh barang) dengan waktu santainya. Sehingga diperoleh suatu bentuk kurva indiferen yang mendekati komplemen sempurna.
            Kurva penawaran tenaga kerja kemudian diperoleh dari kurva indiferen. Menurut teori Backward-Banding Labor Supply Curve, pekerja akan meningkatkan waktu kerjanya (less leisure) jika upah yang diterima rendah, dan akan mengurangi waktu kerjanya (more leisure) jika upah yang diterima tinggi (Binger dan Hoffman, 1988). Namun, dalam analisis ini ditemui keadaan yang sebaliknya yaitu dimana kurva penawaran tenaga kerja berslope positif untuk pekerja dengan pendapatan yang rendah. Hal ini disebabkan karena adanya kekakuan dari pekerja dalam menentukan preferensi antara upah dan waktu santai.

KESIMPULAN
            Analisis yang dilakukan oleh L.F. Dunn ini, menghasilkan suatu fungsi indiferen empiris yang bisa diaplikasikan untuk pekerja dengan kategori pendapatan upah yang rendah. Hal ini didasarkan pada hasil empiris dari sampel pekerja dimana diperoleh nilai marginal rates of substitution (MRS) pendapatan upah pekerja terhadap waktu santainya yang lebih rendah dari tingkat upah aktual. Tipe dari target perilaku pendapatan juga ditemukan di sampel pekerja yaitu dengan adanya pemotongan tingkat upah menyebabkan keinginan untuk bekerja lebih lama dengan maksud mempertahankan pendapatan. Perilaku pendapatan yang seperti ini meningkatkan tingkat ketajaman belokan dari kurva indiferen dan memberi kesan bahwa preferensi pendapatan-waktu santai dari sampel pekerja telah disesuaikan dengan  kemungkinan pendapatan-waktu santai untuk pekerjaan mereka. Belokan yang tajam pada kurva indiferen juga memberis kesan adanya preferensi kekakuan umum yang terjadi di area yang lain dari perilaku pasar.
            Kurva penawaran tenaga kerja diperoleh dari fungsi indiferen dan berslope negatif sepanjang rentang jam kerja. Hal ini berbeda dengan asumsi backward-bending yang menunjukkan slope postif pada kasus pendapatan yang rendah dan slope negatif pada kasus pendapatan tinggi. Walaupun begitu,  hasil yang diperoleh dari analisis ini, adalah konsisten dan kelihatannya realistis untuk tipe pekerja yang menjadi sampel dalam analisis ini.






DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. Labor Supply from Indifference Curve. academic.wsc.edu. diakses pada 20 Januari 2012
Binger, R.Brian dan Hoffman, Elizabeth. 1988. Microeconomic with Calculus. USA: HarperCollins
Henderson, James M. dan Richard E.Quandt. 1971. Microeconomic Theory. New York: McGraw Hill Book Company

Definisi Ekonometrika


DEFINISI EKONOMETRIKA
·         Dalam definisi yang sederhana, ekonometrika adalah suatu aplikasi dari metode statistika pada ekonomi. Namun, tidak seperti pada ilmu statistika, yang hanya terfokus kepada data statistik, ilmu ekonometrika merupakan gabungan dari teori ekonomi, matematika, dan statistika. Istilah ekonometrika pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch (1933), seorang pakar ekonomi dan statistika berkebangsaan Norwegia. Ia menjelaskan definisi ekonometrika sebagai berikut: “Terdapat banyak metode kuantitatif sewaktu menganalisis ilmu ekonomi, tetapi tiada satu pun di antara metode kuantitatif tersebut dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari yang lain untuk menerangkan ekonometrika. Oleh karena itu, ketiga faktor yaitu teori ekonomi, matematika dan statistika sama-sama penting untuk menerangkan hubungan kuantitatif dalam mempelajari ilmu ekonomi.
·         Damodar Gujarati (1983:60)
Ekonometrika: “Pengukuran ekonomi”
·         Gerhard Tintner
Ekonometrika adalah hasil dari suatu pandangan khusus atas peranan ilmu ekonomi, terdiri dari penerapan statistika matematik atas data ekonomi untuk memberi dukungan empiris untuk model yang disusun dengan ilmu ekonomi matematis dan untuk memperoleh hasil dalam angka (numerical results).
·         Thad W. Mirer (1990:vii)
Ekonometrika: “Is designed for courses in economic statistics and introductory econometrics that aim to mix the development of technique with its application to real economic analysis.
·         Wannacott (1989:240)
Econometric is the measurement of the such causal relationship, either to show how the economic operates or to make predictions about the future.
·         Syahrul (2000:150)
Ekonometrika adalah penggunaan analisis komputer serta teknik pembuatan model untuk menjelaskan hubungan antara kekuatan-kekuatan ekonomi utama seperti ketenagakerjaan, modal, suku bunga, dan kebijakan pemerintah dalam pengertian matematis, kemudian menguji pengaruh dari perubahan dalam skenario ekonomi.
·         Arthur S.Goldberger (1964.p.1)
Ekonometrika adalah ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika, dan statistika inferensi yang digunakan untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi.
·         J.Supranto (1983.p.6)
Ekonometrika merupakan gabungan penggunaan matematik dan statistik untuk memecahkan persoalan ekonomi.
·         Sugiyanto, Catur (1994, p.3)
Ekonometri adalah suatu ilmu yang mengombinasikan teori ekonomi dengan statistik ekonomi dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari hukum skematik yang dibangun oleh teori ekonomi. Dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematik, dan statistik, ekonometri membuat hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata.
·         Koutsoyiannis A. (1977)
Econometrics is a combination of economic theory, mathematical economics, and statistics, but it is completely distinct from each one of these three branches of science.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekonometrika merupakan cabang dari ilmu ekonomi dengan menggunakan dan menerapkan matematika dan statistika untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang dibuat dalam suatu model ekonometrik yang kemudian diestimasi hasilnya dan diuji lagi kesesuaiannya dengan teori ekonomi yang sudah ada. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan ekonometrika:
1.      Ekonometrika merupakan suatu kombinasi ilmu ekonomi, matematika, dan statistika.
2.      Ekonometrika digunakan untuk menganalisis fenomena-fenomena ekonomi.



DAFTAR PUSTAKA
Andriani, V. 2012. Definisi, Ruang Lingkup, dan Tujuan Ekonometrika. http://www.scribd.com/doc/82272335/Definisi-Tujuan-Ruang-Lingkup-Ekonometrika.
Anonimous. 2004. Bab II. Landasan Teori. http://digilib.petra.ac.id
Bakende, S. 2008. Ekonometrika Modul, http:// www. scribd. com/doc/8614775/ Ekonometrika-Modul, diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential of  Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999.
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods, Second Edition. United Kingdom: The Macmillan Press Ltd.
Supranto, J. 1983. Ekonometrik, Buku Satu. Lembaga Penerbit FE UI.
Sugiyanto, C. 1994. Ekonometrika Terapan, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.


Efisiensi Produksi (Critical Review)

Determinants of Yam Production and Technical Efficiency 
among Yam Farmers in Benue State, Nigeria
Ringkasan
Artikel ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor penentu produksi ubi rambat dan efisiensi teknis dari petani ubi rambat dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan memasukkan model inefisiensi. Data dikumpulkan dari 100 responden petani di Benue State dengan menggunakan kuisioner terstruktur. Hasil penelitian menemukan bahwa lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perubahan output ubi rambat. Karakteristik petani seperti pendidikan, keanggotaan dalam asosiasi, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis di antara produsen ubi rambat. Efisiensi teknis  bervariasi antara 0,67 hingga 0,99 dengan nilai tengah sebesar 0,95. Implikasinya yaitu efisiensi produksi ubi rambat di antara petani dapat ditingkatkan 5% dengan penggunaan lahan, bibit, tenaga kerja keluarga, dan pupuk yang lebih baik dalam jangka pendek dengan tingkat teknologi yang sudah ada. Hal tersebut dapat terwujud dengan adanya intervensi kebijakan berupa akses lahan yang lebih baik, perbaikan bibit dan pupuk. Juga perbaikan dalam pendidikan petani melalui pendidikan orang dewasa dan pemberantasan buta huruf yang memungkinkan akan meningkatkan efisiensi dalam jangka panjang.
Pendahuluan
Ubi rambat (Dioscorea spp) sebagai salah satu bahan makanan pokok di Afrika Barat dan Tengah dimana ubi rambat ini sebagai penyedia makanan bagi 160 juta lebih orang (Orkwor et al. 1995). Akar dari ubi rambat merupakan sumber yang baik untuk energi terutama kandungan karbohidrat, rendah lemak, dan protein yang terkandung di dalamnya. Selain sebagai sumber makanan pokok, ubi rambat juga merupakan sumber yang baik untuk industri tepung kanji. Walaupun ubi rambat ini sangat penting, produksinya di Nigeria tidak mampu memenuhi kebutuhan (Orkwor and Asiedu 1999). Berikut gambaran penurunan persentase tingkat pertumbuhan ubi rambat yaitu sebesar 42% di tahun 1990 menjadi 16.3% di tahun 2001 walaupun terjadi peningkatan lahan untuk ubi rambat di periode tersebut yaitu sebesar 1270 juta ha di tahun 1990 menjadi 2742 juta ha di tahun 2001 (Federal Ministry of Agriculture, FMA 2001).
Peningkatan produktifitas secara langsung berhubungan dengan efisiensi produksi dan hal ini sangat penting untuk meningkatkan produktifitas dari petani dengan membantu mereka mengurangi inefisiensi teknis. Efisiensi berkaitan dengan  hasil yang relatif dari suatu proses penggunaan input menjadi output. Fungsi produksi stochastic frontier digunakan untuk analisis efisiensi teknis dalam kajian artikel ini.
Metode Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kwande Local Government Area yang terletak sekitar 174 km dari arah tenggara Makurdi, dengan jumlah populasi 191.067 jiwa, dan luas daerah sekitar 2560 km2. Teridentifikasi sebagai daerah tropis dengan 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Tipe tanah di daerah ini liat berpasir dan ubi rambat sebagai tanaman utama yang diusahakan.
2.      Sampel dan Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memilih responden yaitu dengan multi-stage random dan purposive sampling. Data dikumpulkan dengan cara membagikan kuisioner kepada rumah tangga petani yang mengusahakan ubi rambat untuk musim panen 2005/2006 dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi. Petani yang dipilih sebagai responden, berjumlah 100 petani.
3.      Model Ekonometrik dan Estimasi
Data dianalisis dengan menggunakan model stochastic frontier dengan metode MLE (Khumbhakar dan Heshmatic 1995, Yao dan Liu 1998, Zeibet dan Dharmapala 1999, Ogundele 2003, Pius dan Odjuvwuederhie 2006). Model matematika untuk fungsi stochastic frontier:
Yi = f (Xk;β)εi                                                                                 (1)
εi = viui                                                                                                             (2)
λ= σu v                                                                                                                   (3)
σ2 = σ2v + σ2u                                                                                                 (4)
γ = σ2u 2                                                                                                                   (5)                
TEi = exp (-ui)                                                                                (6)
TE = {1 – Φ {σ-(μ/σ)}/ 1 –Φ (-μ/σ)} exp (-u +½ σ2)                    (7)
Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + β4X4i + β5X5i + β6X6i + vi - ui     (8)
μi = δ0 + δ1 ln Z1 + δ2 ln Z2 + δ3 ln Z3 + δ4 ln Z4 + δ5 ln Z5               (9)
Hasil Penelitian
Berdasarkan  analisis dengan menggunakan FRONTIER 4.1, diperoleh hasil sebagai berikut:
1.      Terdapat lima input yang menjadi faktor produksi ubi rambat dalam penelitian ini yaitu lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, tenaga kerja upahan pupuk, dan herbisida.
2.      Dari kelima input tersebut, hanya input tenaga kerja upahan dan herbisida yang menunjukkan nilai koefisien negatif dan tidak signifikan.
3.      Penggunaan input lahan, bibit ubi rambat, dan pupuk berpengaruh signifikan pada taraf 1% terhadap produksi ubi rambat. Sedangkan penggunaan tenaga kerja keluarga berpengaruh signifikan pada taraf 5% terhadap produksi ubi rambat.
4.      Nilai sigma square 2) yang diperoleh, signifikan pada taraf 5% dan nilai gamma (γ) signifikan pada taraf 1%.
5.      Nilai elastisitas dari masing-masing input (lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk) besarnya lebih dari 0 dan kurang dari 1 (0<E<1) yang berarti dalam penggunaan para petani ubi rambat telah rasional dalam penggunaan input-input tersebut. Sedangkan nilai elastisitas dari tenaga kerja upahan dan herbisida besarnya kurang dari 0 (E<0) yang berarti penggunaan kedua input tersebut telah berlebih sehingga malah menyebabkan produksi ubi rambat turun. Jumlah elastisitas dari semua input sebesar 0,98 yang berarti RTS untuk produksi ubi rambat ini, berada pada skala DRS (Decreasing Return to Scale) yang artinya peningkatan  input akan meningkatkan produksi yang jumlah peningkatannya kurang dari jumlah peningkatan input tersebut.
6.      Terdapat lima variabel inefficiency dalam penelitian ini yaitu pendidikan, keanggotaan dalam asosiasi pertanian, keikutsertaan dalam penyuluhan, jumlah anggota keluarga, dan sistem kepemilikan lahan.
7.      Dari kelima variabel tersebut, variabel pendidikan, keanggotaan dalam asosiasi pertanian, dan jumlah anggota keluarga memiliki nilai koefisien negatif dan signifikan di tingkat 10% yang artinya peningkatan masing-masing variabel tersebut tidak akan menyebabkan ketidakefisienan dalam produksi ubi rambat. Sedangkan variabel keikutsertaan dalam penyuluhan dan sistem kepemilikan lahan memiliki nilai koefisien positif yang artinya peningkatan dari kedua variabel tersebut akan menyebabkan ketidakefisienan dalam produksi ubi rambat.
8.      Efisiensi teknik dari para petani, rentangnya berkisar antara 0,67 hingga 0,99 dengan rata-rata efisiensi sebesar 0,95. Terdapat 93 petani responden yang nilai efisiensi teknisnya di atas 80%.
Production Efficiency of Yam in Zing Local Government Area
of Taraba State, Nigeria
Ringkasan
Penelitian ini mengarah pada analisis efisiensi produksi ubi rambat di Zing Local Government Area, Taraba State. Data dikumpulkan dari 103 responden dengan menggunakan teknik multistage sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% responden laki-laki, 38,8% responden dengan rentang umur 31-40 tahun, 84,4% sudah menikah, 72,8% berpendidikan formal, 53,4% mengolah lahan 1 atau 2 ha lahan pertanian. Hasil R2 dengan fungsi double log yaitu sebesar 0,745 menunjukkan hasil yang baik. Hasil studi menyatakan bahwa ukuran usahatani, bibit ubi rambat, dan pupuk berhubungan positif dengan produksi ubi rambat dan signifikan pada taraf 1 dan 5%. Analisis marginal dari penggunaan input ukuran usahatani, bibit ubi rambat, dan tenaga kerja (dalam keluarga dan luar keluarga) menunjukkan penggunaan yang rasional namun tingkat penggunaannya tidak optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan MVP lebih dari 97, 66,55, dan 36%. Pendapatan rata-rata kotor sebesar N241.000,00 dengan total biaya rata-rata sebesar N125.320,00 per ha. Bibit ubi rambat merupakan bagian terbesar dari total biaya yaitu sebesar 66,8% dengan biaya rata-rata sebesar N85 per kg.
Pendahuluan
Ubi rambat di Nigeria  mahal dan tidak mampu dihasilkan di daerah perkotaan dimana pertumbuhan produksi tidak dapat menyesuaikan dengan pertumbuhan populasi sehingga permintaan ubi rambat melebihi penawarannya. Produksi ubi rambat di Nigeria dipercaya memiliki hambatan yang besar disebabkan harga bibit yang terlalu tinggi. Hal ini diamati bahwa kerusakan pertanian tradisional  dari petani di Zing Local Government Area sangat mengurangi tren produksi ubi rambat yang tinggi di daerah ini. Bagaimanapun, tidak semua petani dapat mengalokasikan input secara efisien untuk produksi ubi rambat di area ini. Tujuan dari artikel ini yaitu:
1.      Mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi dari produsen ubi rambat
2.      Mengestimasi efisiensi penggunaan input produksi ubi rambat
3.      Menentukan profitabilitas dari produksi ubi rambat
Metode Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Zing Local Government Area dengan jumlah populasi sekitar 115.384. Area ini memiliki kondisi iklim yang baik kaya akan peluang pertanian dengan temperature berkisar antara 28-340C, rata-rata curah hujan 1500 mm. Area ini kaya akan sumberdaya alam.
2.      Teknik Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer, dengan menggunakan kuisioner terstruktur. Informasi yang dikumpulkan berupa karakteristik sosial ekonomi, aktivitas produksi, biaya dan pengembalian produksi ubi rambat Sampel dipilih secara purposive dengan teknik multistage random sampling dan setiap tahap menggunakan teknik random sampling. Total responden yang terpilih yaitu 130 responden.
3.      Metode Analisis Data
Data dianalisis dengan statistik deskriptif sederhana, regresi berganda, dan profitabilitas (gross margin). Model ekonometrika (bentuk double log) yang digunakan:
Log Y = β0 + β1logX1 + β2logX2 + β3logX3 + β4logX4 + β5logX5 + β6logX6 +Ui           (10)
dimana:
log       : logaritma natural
Y         : produksi ubi rambat (kg)
X1          : luas lahan (ha)
X2          : jumlah bibit ubi rambat (akar umbi)
X3          : tenaga kerja keluarga (HOK)
X4          : tenaga kerja upahan (HOK)
X5          : jumlah pupuk yang digunakan (kg)
X6          : pengalaman berusahatani (tahun)
Ui           : error
β, …, β6: parameter yang diestimasi
Analisis marginal penggunaan input digunakan untuk menentukan penggunaan input secara efisien, yaitu dengan membandingkan nilai MVP dan MFC. Model profitabilitas (gross margin) yang digunakan:
GM = GI – TVC                                                                                   (11)
NFI = GM – TFC                                                                                 (12)
dimana:
GM      : margin kotor per ha (N)
GI        : pendapatan kotor per ha (N)
TVC    : total biaya variabel per ha (N)
NFI     : pendapatan bersih petani per ha (N)
TFC     : total biaya tetap per ha (N)
Hasil Penelitian
Beberapa hal yang dapat dipaparkan dalam hasil penelitian yaitu yang berkaitan dengan karakteristik sosial ekonomi responden, hubungan antara penggunaan input dan produksi ubi rambat, analisis marginal terhadap efisiensi penggunaan input, alokasi input optimum, biaya rata-rata dan pengembaliannya, serta rasio profitabilitas, dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Responden laki-laki sebanyak 95% yang artinya aktivitas produksi ubi rambat dominan dikerjakan oleh laki-laki, usia responden dengan rentang 31-40 tahun menempati porsi terbesar yaitu 38,8% yang artinya aktivitas produksi ubi rambat lebih banyak dikerjakan oleh laki-laki muda karena alasan lebih aktif dan energik, hanya 39,8% responden yang memiliki lahan lebih dari 2 ha dengan pengalaman berusahatani antara 11-20 tahun (Tabel 1).
2.      Nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,745 yang artinya sebesar 75% variasi dari produksi ubi rambat (Y) dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas (Xi) dan sisanya 25% dijelaskan oleh variabel lain selain enam variabel X yang ada di dalam model. Berdasarkan hasil estimasi parameter regresinya, luas lahan (X1) dan pupuk (X5) berpengaruh positif terhadap produksi ubi rambat dan signifikan pada taraf 1%, begitu juga dengan bibit ubi rambat (X2) berpengaruh postif terhadap produksi ubi rambat namun pada taraf 5%. Tenaga kerja keluarga (X3) juga berpengaruh positif terhadap produksi ubi rambat namun tidak signifikan (Tabel 2).
3.      Rasio MVP dan MFC untuk luas lahan, bibit ubi rambat, dan tenaga kerja keluarga lebih dari 1 (belum efisien) yang artinya penggunaannya masih kurang sehingga ketiga input tersebut harus ditambah, tenaga kerja upahan rasio MVP dan MFC kurang dari 1 (tidak efisien) yang berarti penggunaannya berlebih sehingga perlu dikurangi, sedangkan pupuk menunjukkan rasio MVP dan MFC sama dengan 1 yang artinya penggunaan pupuk sudah efisien (Tabel 3).
4.      Alokasi optimum input (Tabel 4) menunjukkan bahwa penggunaan input luas lahan, bibit ubi rambat, dan tenaga kerja keluarga masing-masing perlu ditingkatkan sebesar 97,43%, 66,55%, 35,9%. Sedangkan penggunaan tenaga kerja upahan perlu dikurangi sebesar 61,24%.
5.      Berdasarkan Tabel 5, diperoleh bahwa pendapatan kotor rata-rata (GI) sebesar N241.800 dengan harga sebesar N120 per kg. Total biaya (TC) sebesar N125.320. Bibit ubi rambat menempati bagian  terbesar dari biaya rata-rata yaitu sebesar 66,8% dengan biaya rata-rata N85 per kg, diikuti dengan sewa lahan sebesar 15,9% atau N8.300 per ha. Pendapatan bersih petani (NFI) sebesar N116.480
6.      Rasio profitabilitas produksi ubi rambat (Tabel 6) dinyatakan dengan PI (Profitability Index), RRI (Rate of return on investment), RRVC (Rate of return on variable cost), dan OR (Operating Ratio) masing-masing sebesar 48,2%, 92,9%, 212,9%, dan 42,6%. Secara berurutan, masing-masing nilai tersebut menunjukkan keuntungan bersih, pendapatan bersih, pengembalian dalam setiap pengeluaran, serta rasio antara TR dan TVC.

CRITICAL
Efisiensi menurut Sukirno (1997), didefinisikan sebagai kombinasi antara faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan output yang optimal. Efisiensi dapat dicapai petani dengan tiga cara yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis.
Artikel Shehu at al “Determinants of Yam Production and Technical Efficiency among Yam Farmers in Benue State, Nigeria” dan artikel Musa et al “Production Efficiency of Yam in Zing Local Government Area of Taraba State, Nigeria”, keduanya sama-sama membahas tentang efisiensi produksi ubi rambat di Nigeria, namun memilih lokasi penelitian yang berbeda dimana untuk artikel Shehu at al berlokasi di Kwande Local Government Area sedangkan artikel yang kedua berlokasi di Zing Local Government Area.
Artikel Shehu at al membahas tentang efisiensi teknis dan faktor penentu produksi ubi rambat, sementara artikel Musa et al selain membahas efisiensi teknis juga efisiensi harga/alokatif serta profitabilitasnya. Efisiensi teknis pada artikel Shehu at al menggunakan model stochastic frontier dengan metode MLE sedangkan artikel Musa et al menggunakan regresi berganda bentuk double log dengan metode OLS. Keunggulan fungsi produksi stochastic frontier dibandingkan regresi berganda pada kedua artikel tersebut yaitu pada stochastic frontier dapat diketahui faktor penyebab inefisiensi (Tabel 2, artikel Shehu at al) serta rasio varians (γ) dari efek inefisiensi teknis yang disajikan dalam Tabel 1 artikel Shehu at al. Di samping itu juga, dapat diketahui besar frekuensi petani di tiap rentang efisiensi teknisnya (Tabel 3, artikel Shehu at al). Sedangkan jika menggunakan model regresi berganda dengan metode OLS, hal-hal tersebut tidak bisa diketahui.
Karakteristik sosial ekonomi petani responden pada artikel Shehu at al merupakan bagian dari efisiensi teknis dan dimasukkan dalam model inefisiensi teknis sedangkan pada artikel Musa et al, karakteristik tersebut hanya dijelaskan dalam bentuk persentase. Pada artikel Shehu at al, variabel pendidikan merupakan variabel yang tidak akan menyebabkan ketidakefisienan seperti halnya juga dikemukakan dalam Michael et al (2011), sehingga perlu untuk meningkatkan pendidikan petani salah satu caranya dengan cara pemberantasan buta huruf dan pendidikan non formal seperti penyuluhan dan demonstrasi cara berproduksi.
Berdasarkan hasil penelitian di kedua artikel tersebut, diperoleh bahwa input luas lahan, bibit ubi rambat, dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan produksi ubi rambat. Hasil penelitian di artikel Shehu at al menyatakan bahwa tenaga kerja keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ubi rambat sedangkan pada artikel Musa et al, tenaga kerja keluarga tersebut hanya berpengaruh positif namun tidak signifikan seperti pada hasil penelitian Awoniyi et al (2006). Untuk tenaga kerja upahan, baik di artikel Shehu at al maupun kedua, sama-sama menunjukkan tanda yang negatif. Hal ini bisa dijelaskan karena penggunaan tenaga kerja upahan tersebut sudah berlebih karena kebutuhan tenaga kerja sudah tercukupi dengan penggunaan tenaga kerja keluarga. Berbeda dengan Awoniyi et al (2006), tenaga kerja upahan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 1%. Hasil penelitian dari Awoniyi et al (2006) dan Michael et al (2011) mengenai efisiensi teknis produksi ubi rambat di Nigeria juga menyatakan bahwa input luas lahan berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 1% terhadap produksi ubi rambat. Michael et al (2011) juga memperoleh hasil bahwa bibit ubi rambat berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 1%, sementara pupuk berpengaruh positif namun tidak signifikan yang juga ditunjukkan pada hasil penelitian Awoniyi et al (2006).
Berdasarkan hasil analisis marjinal penggunaan input pada artikel Musa et al, maka sebaiknya penggunaan lahan, bibit, dan tenaga kerja keluarga ditambah karena menunjukkan nilai yang belum efisien. Sedangkan penggunaan tenaga kerja upahan sebaiknya dikurangi karena menunjukkan nilai yang tidak efisien (input) berlebih.
Berdasarkan hasil perhitungan biaya rata-rata dan pengembaliannya pada artikel Musa et al, bibit merupakan bagian terbesar dari biaya kemudian sewa lahan, sebagaimana juga dalam Awoniyi et al (2006) pada lahan basah.




KESIMPULAN
Dari hasil penelitian Shehu et al maka dapat dikatakan bahwa tingkat keefisienan para petani ubi rambat dalam menggunakan input produksi rata-rata mencapai 95% yang artinya para petani dapat meningkatkan 5% penggunaan inputnya untuk mencapai kemungkinan output maksimum. Dengan kata lain, petani dapat meningkatkan penggunaan secara intensif input lahan, bibit ubi rambat, pupuk, dan tenaga kerja keluarga karena sesuai dengan hasil analisis, keempat variabel input tersebut berpengaruh positif dalam peningkatan produksi ubi rambat. Untuk bisa mewujudkan hal ini, diharapkan perhatian dari pemerintah untuk ketersediaan lahan pertanian ubi rambat, harga bibit dan pupuk yang terjangkau untuk masyarakat petani. Dalam jangka panjang, efisiensi teknis bisa dicapai dengan status pendidikan petani, dimana petani dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mampu untuk menerima teknologi baru (adopsi teknologi) sehingga diharapkan dapat berkontribusi positif bagi peningkatan produksi ubi rambat.
Berdasarkan hasil penelitian Musa et al maka dapat disimpulkan bahwa luas lahan dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan pada taraf 1% terhadap produksi ubi rambat, sementara bibit ubi rambat juga berpengaruh positif dan signifikan namun pada taraf 5%. Implikasinya yaitu peningkatan input-input tersebut akan meningkatkan produksi ubi rambat. Hasil analisis marjinal efisiensi penggunaan input menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan, bibit ubi rambat, tenaga kerja keluarga, dan pupuk akan berdampak pada peningkatan produksi ubi rambat, dimana akibat peningkatan dari masing-masing input tersebut terhadap produksi ubi rambat berbeda-beda tergantung pada nilai MPP. Hasil NFI (Net Farm Income) yang diperoleh sebesar N116.480. Hasil penelitian tersebut dapat memberikan suatu rekomendasi kepada petani dan pemerintah dimana petani sebaiknya meningkatkan penggunaan luas lahan, bibit ubi rambat, dan pupuk sementara pemerintah berusaha untuk memperbaiki produksi ubi rambat melalui penelitian teknis menyangkut ubi rambat dan penyediaan fasilitas kredit bagi petani tepat waktu dengan maksud untuk mendorong kemampuan produksi ubi rambat.
DAFTAR PUSTAKA
Awoniyi et al, Abiodun O, Omonona, Titus B 2006. Production Efficiency In Yam Based Enterprises In Ekiti State, Nigeria. J of Central European Agric, 7(4): 627-636.
Michael et al OF 2011. Measuring Technical Efficiency of Yam Farmers in Nigeria: A Stochastic Parametric Approach. Agricultural Journal, 6(2): 40-46.
Musa YH, Onu JI, Vosanka IP, Anonguku I 2011. Production Efficiency of Yam in Zing Local Government Area of Taraba State, Nigeria. J of Hortic For, 3(12): 372-378.
Shehu JF, Iyortyer JT, Mshelia SI, Jongur AAU 2010. Determinants of Yam Production and Technical Efficiency among Yam Farmers in Benue State, Nigeria. J Soc Sci, 24(2): 143-148.